Pasca Sarjana IAIN Gelar Seminar Integerasi Ilmu
Jumat 05-07-2019,11:34 WIB
RAKYATCIREBON.CO.ID - Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Syekh Nurjati Cirebon menggelar Studium General yang bertema Integrasi
Ilmu dan Multikulturalisme di gedung kampus tersebut, Jumat (5/7).
Panitia kegiatan, Abdul Muaz MUd menjelaskan, kegiatan yang
dihadiri ratusan peserta tersebut membahas tentang kekayaan intelektual yang
belum tersusun rapih. Akibat keterbatasan sumber daya manusia, tidak semua ilmu
tersebut dapat terserap dengan maksimal.
“Sebenarnya masih banyak ilmu yang masih belum dapat kita
serap. Jika bicara tentang ilmu tidak hanya berfikir tentang logika, tapi juga
tentang perasaan atau keimanan kita. Sehingga jika hal itu dapat disadari, rasa
toleransi akan semakin tinggi dan tidak mudah untuk saling menyalahkan,”
ungkapnya, kemarin.
Ketika disinggung terkait multikulturalisme dengan situasi
bangsa Indonesia saat ini, Muaz mengatakan kegiatan ini tidak ingin terjebak
dengan situsi politik yang sedang terjadi. Untuk itu, kegiatan yang
menghadirkan Prof Dr KH Nasaruddin Umar MA ini hanya menitikberatkan terhadap
kekayaan intelektual, sesuai tema yang diusungnya.
“Tadi memang narasumber membatasi agar tidak terjebak dengan
situasi politik yang sedang terjadi. Memang sedikit disinggung, tapi tidak
banyak. Hanya menitikberatkan terhadap keilmuan saja sehingga tercipta rasa
toleransi yang tinggi dan tidak mudah untuk saling menyalahkan,” tandas Muaz.
Sementara itu, direktur Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati
Cirebon, Prof Dr H Dedi Djubaedi mengatakan stadium general ini dilaksanakan
untuk memberikan wawasan kepada
mahasiswa tentang kehidupan sosial keagamaan yang universal. Menurut Dedi,
kondisi masyarakat Indonesia sangat beragam dan harus dihargai.
Dedi menambahkan, nilai- nilai multikulturalisme dalam Islam
dikaji lebih dalam. Dedi juga berharap mahasiswa tidak melupakan bahwa mereka
diajarkan menghargai semua pihak, meskipun mahasiswa berasal dari jurusan yang
berbeda.
“Islam itu hadir untuk seluruh alam, jadi jangan menjadikan
sekat- sekat atau ekslusifisme, harus menghargai perbedaan semua orang,” ujar
dia.
Menurut Dedi, bangsa Indonesia sudah dari dulu
multikulturalisme. Namun menurutnya banyak dari masyarakat yang belum
memahaminya secara utuh.
Sementata itu, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Prof KH
Nasaruddin Umar menegaskan, perbedaan di Indonesia jangan diartikan sebagai
malapetaka, namun sebagai rahmat.
Nasaruddin memberi contoh, sebuah lukisan kalau hanya
berwarna putih maka tidak akan indah. Sebaliknya, jika lukisan itu memiliki banyak
warna, maka terlihat menarik.
“Begitu juga Indonesia, beragam agama dan suku membaur
menjadi satu kesatuan,” tegasnya. (wan)
Sumber: